top of page
Search
  • katanieke

Review Drama Choi Jin-hyuk: Tunnel vs Pride and Prejudice

Updated: Mar 8, 2019

Ketika netizen lagi heboh membahas penampilan Choi Jin-hyuk di drama Korea terbarunya, The Last Empress, saya memilih melipir ke drama-drama lama Jin-hyuk. Akhirnya menonton dua drama yang bintang utamanya Jin-hyuk ini: Tunnel dan Pride and Prejudice. Kalau kamu termasuk yang enggak puas peran Choi Jin-hyuk di The Last Empress karena enggak sesuai ekspektasi, berarti kudu nonton dua drakor ini. Mantul!


Di dua drama ini, Choi Jin-hyuk menjadi pemeran utama pria. Di Pride and Prejudice kita menyaksikan Jin-hyuk yang dominan, tegas, kharismatis, dan idealis. Kita akan dibuat terpesona oleh pria yang cerdas dan punya banyak taktik sebagai jaksa hukum yang menyelidiki banyak kasus. Sementara di Tunnel, Jin-hyuk menjadi detektif yang menyelidiki kasus pembunuhan berantai dengan seting cerita 1986, namun secara tak sengaja ia terlempar ke masa depan.

Kalau kamu termasuk yang enggak puas peran Choi Jin-hyuk di The Last Empress karena enggak sesuai ekspektasi , berarti kudu nonton dua drakor ini.

Pride and Prejudice (2014)


Berjudul sama dengan novel sekaligus film karya Jane Austeen, drama Korea ini mengisahkan tentang para jaksa yang memperjuangkan kasus-kasus demi keadilan. Adalah jaksa bernama Goo Dong-chi (Choi Jin-hyuk) yang bertemu dengan Han Yeol-moo (diperankan Baek Jin-hee, yang juga main di Jugglers), jaksa perempuan yang masih dalam masa magang.


Keduanya ternyata pernah berhubungan di masa lalu. Namun Pride and Prejudice tak berfokus pada kisah kasih mereka berdua. Ceritanya lebih pada kasus-kasus serta intrik dan politik di dunia hukum, bagaimana tangan-tangan orang berkuasa dan memiliki kepentingan, dan orang berduit bisa mempengaruhi kedudukan di sebuah lembaga yang mestinya tak tersentuh. Kisah romansa Goo Dong-chi dan Han Yeol-moo hanya menjadi lapisan kedua.

Pride and Prejudice, salah satu drama Korea yang dibintangi Choi Jin-hyuk. Ceritanya seru banget. Sumber: IMDB

Nonton drakor ini saya jadi tahu, kalau di Korea, dalam sebuah kasus ditemukannya jenazah, jaksalah yang terjun ke TKP dan menentukan perlunya otopsi atau tidak. Nonton yang beginian buat saya menarik. Jadi keinget masa liputan kriminalitas, hahaha. Kalau di Indonesia, yang terjun ke TKP pertama kali adalah polisi. Mereka akan melakukan penyidikan, penyelidikan, pengumpulan bukti, penetapan tersangka, hingga berkasnya lengkap barulah diserahkan ke kejaksaan. Setelah itu kejaksaan yang menangani di pengadilan.


Cuma, buat saya ada hal-hal yang janggal di Pride and Prejudice ini. Biasanya, jaksa yang memiliki kepentingan pribadi atau berpotensi mengalami konflik kepentingan tidak akan diberi tanggung jawab atas kasus tertentu. Ini menyangkut kode etik. Biasanya akan dicari orang lain untuk menggantikan, sepanjang tidak bersinggungan dengan konflik kepentingan.


Lha ini di Pride and Prejudice, bolak-balik hal semacam itu justru terjadi. Misalnya, Han Yeol-mo adalah kakak korban pembunuhan, namun ia justru menangani kasus pembunuhan atas pelakunya dan rentetannya. Kejanggalan semacam ini membuat saya bertanya-tanya sepanjang 21 episodenya. Dan akhirnya memutuskan mengabaikan kelemahan logika cerita ini dan fokus pada kegantengan wajah Choi Jin-hyuk.





Di luar hal tak masuk akal berkaitan dengan kode etik tadi, ceritanya berjalan cukup menarik. Pride and Prejudice tak melulu cerita intrik politik dan sarat hukum. Beberapa kali kita akan dibuat tertawa melihat kekonyolan-kekonyolan kisah pemainnya. Tak membosankan, kok.


Kita juga dibuat penasaran bagaimana Goo Dong-chi dan atasannya bisa berkelit dari tangan-tangan berkuasa. Memang, kalau dibandingkan dengan drama Miss Hamurrabi ya jelas kasus-kasusnya terlihat lebih nyata di sana. Miss Hamurrabi adalah drama tentang hakim yang diperankan oleh Go Ara. Mungkin karena penulis skenarionya juga seorang hakim, jadi dia tahu seluk-beluknya.


Yang jelas, kita masih bisa menikmati kok Pride and Prejudice ini. Cukup banyak plot twist dan bikin kita deg-degan dari satu episode ke episode lain.

Tunnel (2017)


Park Gwang Ho berlari mengejar sosok yang ia curigai sebagai pelaku pembunuhan berantai. Ia lari masuk ke terowongan. Di situ keduanya terlibat baku hantam. Bergelut. Gwang Ho kalah gesit, ia terpukul di bagian kepala, lalu ambruk. Pelaku yang mengenakan jaket hoodie dan wajah yang tak terlihat itu mengira Gwang Ho sudah dalam sakratul maut. Maka ia dengan santai melenggang meninggalkannya.

Gwang Ho pingsan entah untuk berapa lama. Saat tersadar, ia merasakan perih di kepala. Ia mencoba bangkit, berjalan, lalu keluar dari terowongan. Tanpa sadar, bahwa ia telah berpindah dimensi, dari 1986 ke 2016. Di sinilah, Gwang Ho bertemu dengan polisi muda yang bernama sama: Park Gwang Ho, yang kemudian lenyap secara misterius. Di masa depan, Gwang Ho bertemu dengan Jeon Sung-sik (diperankan Jo Hee-bong), yang dulu menjadi bawahannya. Sung-sik di masa depan telah menjadi kepala divisi. Gwang Ho diam-diam mengambil identitas Gwang Ho yang menghilang, lalu bekerja sama dengan Sung-sik mencari polisi muda yang hilang ini, dengan harapan bisa kembali ke masa lalu.


Drama Korea Tunnel ini patut mendapat jempol. Bukan hanya karena yang main Choi Jin-hyuk lho ya. Tapi karena kekuatan cerita, plot, dan logikanya. Di sini, Jin-hyuk berperan sebagai detektif bernama Park Gwang Ho, dengan karakter yang mudah marah, temperamen, tak sabaran, cenderung bekerja sendirian, antusias, inisiatif tinggi, dan melawan atasan.


Maka sepanjang drama, bersabarlah melihat kebodohan-kebodohan dan kelucuan yang dilakukan Park Gwang Ho. Sebenarnya ia detektif yang cerdas. Kebodohannya bukanlah bentuk dari ketidakmampuan otaknya, tapi wujud dari tidak mampunya ia mengendalikan emosinya. Dan itu berpengaruh dalam penyelesaian kasus-kasusnya. Tak sedikit saya mengomel dan merutuki apa yang dilakukan Park Gwang Ho sewaktu menonton 16 episode Tunnel.


Kalau saja Gwang Ho begini, kasusnya akan lebih mudah.


Kalau saja Gwang Ho bekerja sama dengan timnya dalam mengejar pelaku, penangkapan akan lebih mudah.


Kalau saja, dan kalau saja. Tapi kan bukan saya penulis naskahnya. Kejengkelan saya terobati lantaran plot drama yang kuat. Penulis dan pembuat drama ini terlihat memahami pekerjaan seorang polisi dan melakukan riset sebelumnya. Contohnya, ada satu adegan saat para polisi melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) atas kasus pembakaran. Si pelaku dibawa ke tempat lokasi kejahatan, lalu dalam keadaan diborgol menceritakan di titik A ia ngapain saja, bergerak ke titik B, dan berikutnya. Saya paham proses olah TKP lantaran pernah menjadi wartawan yang liputannya kriminalitas. Nonton Tunnel, saya juga jadi (diam-diam) tahu bedanya proses hukum di Korea dengan Indonesia.


Menyenangkan, kita seperti dibawa dalam satu teka-teki menuju teka-teki berikutnya untuk memecahkan siapa pelaku pembunuhan berantai. Kalau kamu pernah nonton Signal dan menggemarinya, kamu pasti menikmati nonton Tunnel. Gak ada cerita menye-menye di sini.


Hanya, di tiga episode terakhir--entah apa karena mulai kelelahan, cerita mulai terlihat kedodoran. Beberapa logika seperti menguap. Jika pelaku pembunuh berantai sudah tahu bahwa Gwang Ho datang dari masa lalu, kenapa dia tak membongkar identitasnya sekalian? Bukankah menguntungkan, karena ia bisa kabur dengan mudah?


Di luar itu, jalinan-jalinan ceritanya cukup renyah dan lezat. Kekuatan akting para pemainnya juga memikat. Kita disuguhi karakter-karakter yang kuat baik protagonis dan antagonis. Ada Kim Seon-jae, detektif yang menjadi atasan Gwang Ho di masa depan yang tampan, cerdas, sok tahu, dan menyebalkan. Ada pula Shin Jae-yi, profesor perempuan yang mendalami kasus-kasus pembunuhan berantai. Ia misterius, cerdas, berani, dan penuh kejutan. Tampangnya selalu lempeng, seperti tanpa emosi. Coba liat tampangnya di trailer ini bawah ini.



1,916 views0 comments
bottom of page